Corporate
Culture & Organization Culture
Budaya
perusahaan sejak tiga dekade terakhir menjadi perbincangan di antara pebisnis
dan pengamat dunia usaha. Publik bahkan sampai menjadikan budaya korporasi
Jepang sebagai anutan.
Maklum
saja, publik barat masih tak habis pikir dengan kesuksesan Toyota sebagai
korporasi mobil nomor wahid di dunia. Jeffrey K. Liker bahkan menghabiskan
waktu 20 tahun intuk membedah filosofi manajemen Toyota.
Sebut
juga Bill Capodagli dan Lynn Jackson yang menguliti rahasia manajemen Disney
yang unik atau Mark Malseed yang memukau para pemasar lewat kisah sukses mesin
pencari Google.
Corporate
culture atau budaya perusahaan atau budaya organisasi bukan barang baru namun
‘baru’ didefinisikan dan dipopulerkan pertama kali oleh seorang antropolog
bernama Edward B Taylor tahun 1871.
Dalam
definisi Taylor, corporate culture adalah sekumpulan pengetahuan, keyakinan,
seni,moral, hukum, adat, kapabilitas dan kebiasaan yang diperoleh oleh
seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu.
Pendek
kata budaya organisasi adalah nilai-nilai dan cara bertindak yang dianut
organisasi—beserta anggotanya–dalam hubungan-nya dengan pihak luar. Untuk
mencapai taraf budaya organisasi diperlukan waktu yang panjang dalam pertemuan
yang intens.
Tidak
heran jika tim penulis The Jakarta Consulting Group secara garis besar dalam
buku setebal 532 halaman ini menyebut corporate culture merupakan sesuatu yang
unik.
Corporate
culture adalah sebuah value yang sulit untuk begitu saja diadaptasi dengan cara
instan karena akan menyebabkan pertentangan budaya dan kebiasaan karena budaya
perusahaan lahir dari sebuah titik pertemuan dari ego masing-masing individu.
Terkadang
untuk mencapai sebuah konsepsi way of life organisasi yang kemudian dianut sebagai
corporate culture akan membuat beberapa individu terbaik tersingkir.
Sehingga
muncullah pertanyaan pentingkah corporate culture? Harvard Business School
melakukan studi yang hasilnya mencengangkankan. Perusahaan yang secara aktif
mengelola budaya organisasinya memperoleh pemasukan sebesar 682% dibandingkan
peningkatan pendapatan sebesar 166% yang diperoleh oleh perusahaan yang tidak
mengelola budayanya.
Sementara
pendapatan bersih naik 756% bagi perusahaan yang memberi perhatian terhadap
budaya dibandingkan hanya 1% peningkatan bagi yang tidak, juga harga sahamnya
melambung 901% untuk perusahaan yang secara aktif mengelola budayanya,
sementara yang tidak mengelola dengan baik hanya 74%.
Duet
editor A.B. Susanto dan Himawan Wijanarko harus diakui berhasil mengarahkan
agar tulisan para pemikir The Jakarta Consulting Group jalin menjalin tidak
saling mendahului.
Kedua
editor membuat buku yang dibagi dalam 14 bab yang setiap babnya bisa dengan
mudah dipilah pembacanya tanpa harus berurutan. Artinya pembaca bisa melompat
ke bab yang menarik.
Jika
ingin mendalami konsep corporate culture bisa memulainya dengan membaca sesuai
urutan dari depan untuk kemudian mengatahui perubahan yang terjadi berkat
adanya budaya perusahaan itu.
Pembaca
juga akan emndapatkan konsep bagaimana mengelola agar budaya organisasi terjadi
secara nyaman dan mampu mengikuti perkembangan jaman tanpa harus disebut kuno.
Dengan
begitu mendalamnya kajian yang diberikan para penulis The Jakarta Consulting
Group, bisa dikatakan buku ini adalah semacam buku babon bagi kajian budaya
organisasi yang pantas selalu tersedia di rak para pemegang keputusan di
perusahaan Anda.
Sumber Judul Buku : Corporate Culture &
Organization Culture;
A Strategic Management Approach
Editor: A.B. Susanto dan Himawan Wijanarko
Penerbit: The Jakarta Consulting Group, Januari 2008
A Strategic Management Approach
Editor: A.B. Susanto dan Himawan Wijanarko
Penerbit: The Jakarta Consulting Group, Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar